“ RIBA “
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tema kemanusiaan yang dicanangkan dalam Al Qur’an adalah
pelarangan riba. Riba termasuk “sub sistem“ ekonomi yang berprinsip
menguntungkan kelompok orang tertentu tetapi mengabaikan kepentingan masyarakat
luas. Kita
sebagai kaum muslimin perlu mengetahui hakikat riba serta keburukan yang
terkandung di dalamnya sehingga dapat membentengi dan tidak menjerumuskan diri
ke dalam berbagai transaksi ribawi.
Kemudian ketika orang Islam mulai
melakukan kontak dengan peradaban Barat, dimana perbankan bagian dari peradaban
mereka dalam aspek ekonomi , lambat laun banyak orang Islam merasakan besarnya
peranan lembaga perbankan dalam tata ekonomi modern. Yang menjadi permasalahan
adalah bank, dimana bank menempuh sistem bunga. Sedangkan formula bunga señalan
dengan riba, sebagaimana yang dilarang oleh Al Qur’an. Sehingga, dewasa ini di
dunia Islam (masyarakat Islam) masih dirasakan perlu membicarakan masalah
perbankan yang berlaku di dunia yang menggunakan sistem bunga atau rente.
Sedangkan dampak negatif yang
diakibatkan dari riba sangat berbahaya bagi kehidupan manusia secara individu,
keluarga, masyarakat, dan berbangsa. Jika praktek riba ini tumbuh subur di
masyarakat, maka terjadi sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan
penganiayaan terhadap kaum lemah. Orang kaya semakin kaya dan yang miskin
semakin miskin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba dan Pembagiannya
Riba adalah penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus, Menurut
ensiklopedia islam Indonesia disusun oleh tim IAIN syarif hidayatullah : Ar-Riba
atau ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun
pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang
diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu
berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak , seperti yang diisyaratkan
dalam al-Qur
Menurutr bahasa
riba mempunyai beberapa pengertian yaitu :
1. bertambah ( الزيادة
), karena salah satu perbuatan riba adalah
meminta tambahan dari sesuatu yang
dihutangkan.
2. berkembang, berbunga ( النام ), karena salah satu dari perbuatan riba adalah membungakan
harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3. berlebihan atau menggelembung, kata-kata ini
berasal dari firman Allah :
اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
Bumi jadi subur dan gembur ( Al-Haj: 5).
Sedangkan menurut
istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali ialah :Akad yang terjadi
atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut
ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah
pihak atau salah satu keduanya”.
B. Macam Macam Riba .
Menurut para ulama, riba ada empat macam .
a. Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas dengan kadar yang sama. Sabda Rasul SAW
Menurut para ulama, riba ada empat macam .
a. Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas dengan kadar yang sama. Sabda Rasul SAW
وَسَلَّمَ قَالَ عَلَيْهِ عَنْ آبِى سَعِيْدٍ ن الْجُدْرِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ: لاَ تَبِيْعُوْاالذَّهَبِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُواالْوَرِقَ بِالْوَرِقِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِقُوْابَعْضَهَاعَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُوْامِنْهَاغَائِبًابِنَاجِزٍ ( متفق عليه)
Artinya:
“ Dari Abi Said Al Khudry, sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “Janganlah kamu jual emas dengan emas kecuali dalam timbangan yang sama dan janganlah kamu tambah sebagian atas sebagiannya dan janganlah kamu jual uang kertas dengan uang kertas kecuali dalam nilai yang sama, dan jangan kamu tambah sebagian atas sebagiannya, dan janganlah kamu jual barang yang nyata (riil) dengan yang abstrak (ghaib).” (riwayat Bukhari dan muslim)
Riba Fadli atau riba tersembunyi ini dilarang karena dapat membawa kepada riba nasi’ah (riba jail) artinya riba yang nyata
b.
Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang
atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam
atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga
ratus ribu rupiah .
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw .:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا (رواه البيهقى)
Artinya
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw .:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا (رواه البيهقى)
Artinya
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)
c.
Riba Nasi’ah, ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi
dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan)
pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B
dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A
belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi
tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B
menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda
dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:
عَنْ سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً (رواه الخمسة وصححه الترمدى وابن الجاروه)
Artinya:
Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud) .
d. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya. Sabda Rasulullah SAW.
الذَّ هَبُ بِالذَّهَبٍ وَاْْلفِضَّةُ بِالْفِضَّةِوَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُبِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُبِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءًبِسَوَاءٍ يَدًابِيَدٍفَاِذَااَجْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلاَصْنَافُ فَبِعُوْ اكَيْفَ شِئْتُمْ اِذَاكَانَ يَدًا بِيَدٍ (رواه مسلم)
Artinya:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya serupa dan sama banyaknya, tunai dengan tunai, apabila berlainan jenisnya boleh kamu menjual sekehendamu asal tunai”. (Riwayat Muslim)
عَنْ سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً (رواه الخمسة وصححه الترمدى وابن الجاروه)
Artinya:
Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud) .
d. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya. Sabda Rasulullah SAW.
الذَّ هَبُ بِالذَّهَبٍ وَاْْلفِضَّةُ بِالْفِضَّةِوَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُبِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُبِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءًبِسَوَاءٍ يَدًابِيَدٍفَاِذَااَجْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلاَصْنَافُ فَبِعُوْ اكَيْفَ شِئْتُمْ اِذَاكَانَ يَدًا بِيَدٍ (رواه مسلم)
Artinya:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya serupa dan sama banyaknya, tunai dengan tunai, apabila berlainan jenisnya boleh kamu menjual sekehendamu asal tunai”. (Riwayat Muslim)
C. Dasar Hukum Keharaman Riba
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
(البقرة:275) يْعَ وَحَرَّ مَ الرِّبواوَاَحَلَ اللهُ اْلبَ.
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
(البقرة:275) يْعَ وَحَرَّ مَ الرِّبواوَاَحَلَ اللهُ اْلبَ.
Artinya.
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqoroh / 2:275)
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqoroh / 2:275)
Pada ayat ini juga disebutkaan:
يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْ الاَتَأْ كُلُوالرِّ بوااضْعَافًا مُّضَعَفَةًوَّاتَّقُوْ اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْ الاَتَأْ كُلُوالرِّ بوااضْعَافًا مُّضَعَفَةًوَّاتَّقُوْ اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya :
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Ali imran/3 : 130)
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Ali imran/3 : 130)
Dalam sebuah hadits dijelaskan konsekuensi
kaharaman itu, terdapat sanski sebagaimana sabda Rasulullah SAW .
آكِلَ الرِّبَا رَمُوَ كِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَلَ هُمْ سَوَاءٌ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ
Artinya :
“Dari Jabir, Rasulullah SAW. Melaknat yang memakan riba, yang mewakilinya, penulisnya dan kedua saksinya dan Rasul berkata, mereka semua berdosa.” (Riwayat Muslim dari Jabir)
آكِلَ الرِّبَا رَمُوَ كِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَلَ هُمْ سَوَاءٌ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ
Artinya :
“Dari Jabir, Rasulullah SAW. Melaknat yang memakan riba, yang mewakilinya, penulisnya dan kedua saksinya dan Rasul berkata, mereka semua berdosa.” (Riwayat Muslim dari Jabir)
D. Hikmah Keharaman Riba
Hikmah diharamkannya riba, antara lain :
- menjaga harta seorang muslim supaya tidak dimakan dengan cara-cara yang bathil.
- mengarahkan seorang muslim supaya menginvestasikan hartanya di dalam sejumlah usaha yang bersih yang jauh dari kecurangan dan penipuan.
- menyumbat seluruh jalan yang membawa seorang muslim kepada tindakan memusuhi dan menyusahkan saudaranya sesama muslim yang berakibat pada lahirnya celaan serta kebencian dari saudaranya.
- menjauhkan seorang muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada kebinasaan. Karena memakan harta riba itu merupakan kedurhakaan dan kezhaliman, sedangkan akibat dari kedurhakaan dan kezhaliman itu ialah penderitaan. Allah berfirman,
فَلَمَّا
أَنْجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya “
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di
muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana)
kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kelalimanmu) itu hanyalah
kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami
kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. “ (Yunus : 23).
- membukakan pintu-pintu kebaikan di hadapan seorang muslim ntuk mempersiapkan bekal kelak di akhirat dengan memimjami saudaranya sesama muslim tanpa mengambil manfaat (keuntungan), menghutanginya, menangguhkan hutangnya hingga mampu mambayarnya, memberinya kemudahan serta menyayanginya dengan tujuan semata-mata mencari ridho Allah. Sehingga mengakibatkan tersebarnya kasih sayang dan ruh persaudaraan yang tulus di antara kaum Muslimin.
E. Hukum
Bunga Bank
E.1. Pendapat
Ulama Tentang Bunga Bank
Pada garis besarnya para ulama terbagi
menjadi tiga bagian (tiga golongan) dalam menghadapi masalah bunga perbankan
ini, yaitu kelompok yang mengharamkan, kelompok yang menganggap syubhat
(samar), dan kelompok yang menganggap halal (boleh) .
Muhammad Abu Zahrah, abul A'la al
Maududi, Muhammad Abdul al –'Arabi dan Muhammad Nejatullah Shidiqi adalah
kelopok yang mengharamkan bunga bank, baik yang mengambilnya (bagi penyimpan uang
di bank) maupun bagi yang mengeluarkannya (peminjam uang di bank).
Menurut Abul A'la Al Maududi yang
diikuti oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi dalam bukunya yang berjudul Muslim
Economic Thinking yang diterjemahkan oleh A.M Sefuddin dengan judul pemikiran
Ekonomi Islam berpendapat bahwa bunga bank merupakan salah satu sumber dari
sekian banyak sumber keburukan ekonomi, seperti depresi dan monopoli. Adapun alasan yang dikemukakan
oleh al-Maududi adalah sebagai berikut :
a. bunga pada pinjaman konsumtif memindahkan sebagian daya
beli sekelompok orang yang kecenderungan konsumsinya tinggi kepada kelompok
yang kecenderungannya rendah, kelompok yang kecenderungannya rendah menanamkan
kembali pendapatannya dari bunga seperti modal baru. Hal ini berarti permintaan konsumen turun yang diikuti
dengan kenaikan produksi.
b. Bunga pada pinjaman produktif meningkatkan ongkos produksi
sehingga menaikkan harga barang-barang konsumsi. Maksudnya bahwa pinjaman
produktif dapat menaikkan harga produksi yang berarti penaikkan harga-harga
barang.
Alasan-alasan bunga diharamkan menurut Muhammad
Netajullah Shiddiqi adalah sebagai berikut :
a. bunga
bersifat menindas (zholim) yang menyangkut pemerasan. Dalam pinjaman konsumtif
seharusnya yang lemah (kekurangan) ditolong oleh yang kuat (mampu) , tetapi
dengan bunga pada awalnya orang lemah ditolong kemudian diharuskan membayar
bunga, itu tidak ditolong, tetapi memeras.
b.
Bunga memindahkan kekayaan dari orang
miskin (lenah) kepada orang kaya (kuat ) yang kemudian dapat menciptaan ketidakseimbangan
kekayaan. Ini bertentangan dengan kepentingan sosial dan berlawanan dengan
kehendak Allah yang menghendaki penyebaran pandapatan dan kekayaan adil. Islam
menganjurkan kerjasama dan persaudaraan dan bunga bertentangan dengan itu.
c.
Bunga dapat menciptakan kondisi
manusia penganggur, yaitu para penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan
dari bunga-bunga modalnya sehingga mereka tidak lagi bekerja untuk menutupi
kebutuhan hidupnya. Cara ini berbahaya bagi masyarakat juga bagi pribadi orang tersebut.
Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa
bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa
al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT, seperti
dikemukakan, antara lain, oleh :
Al-Nawawi berkata, al-Mawardi
berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang
pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan. Pertama,
pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah.
Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan
penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al-Qur’an, baik riba naqad maupun ribanasi’ah.
Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’ yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak berhutang tidak membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah :“…janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “, kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.
Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’ yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak berhutang tidak membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah :“…janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “, kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.
Bunga uang atas pinjaman (Qardh)
yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang diharamkan Allah SWT dalam
Al-Quran, karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo.
Sedangkan dalam sistem bunga tambahan sudah langsung dikenakan sejak terjadi
transaksi.
E.2. Ketetapan akan keharaman Bunga Bank oleh berbagai forum Ulama
Internasional,
antara lain:
1)
Majma’ul Buhuts al-Islamy di Al-Azhar Mesir pada Mei
1965;
2)
Majma’ al-Fiqh al-Islamy Negara-negara OKI Yang di
selenggarakan di Jeddah tgl 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 28 Desember 1985;
3)
Majma’ Fiqh Rabithah al-Alam al-Islamy, keputusan 6
Sidang IX yang diselenggarakan di makkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H;
4)
Keputusan Dar Al-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
5)
Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember
1999.
6)
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan
syari’ah.
7)
Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968
di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan
terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang
sesuai dengan kaidah Islam.
8)
Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di
Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan sistem tanpa
Bunga.
9)
Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember
2003.
10)
Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11
Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004, 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05
Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.
E.3. Pendapat Lembaga atau Ahli lainnya adalah sebagai
berikut:
1. Majelis
Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c,
mengatakan bahwa bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba
hukumnya halal -bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para
nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama
ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (syubhat).
2. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun
1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara
mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba
sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank
hukumnya syubhat.
3. Mufti Negara Mesir
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun
1900 hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai
riba yang diharamkan.
4. Konsul Kajian Islam
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga
ini telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba.
Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktek pembungaan uang
seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Di antara 300 ulama yang
tergabung dalam Konsul Kajian Islam ini tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar,
Prof. Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Prof. Dr.
Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom
dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz mengatakan,
“Aku dapati di dalam upaya untuk menghalalkan riba yang diharamkan Allah dengan
metode-metode yang kacau, hujjah-hujjah yang lemah, dan syubhat-syubhat yang
terbantah. Sesungguhnya perekonomian muslimin telah kukuh berabad-abad yang
telah lewat, lebih dari tiga belas abad tanpa memakai sistem perbankan dan
tanpa menggunakan manfaat-manfaat ribawi. Sungguh kekayaan mereka berkembang
baik, dan muamalah mereka kukuh. Mereka telah meraih keberuntungan yang banyak,
harta melimpah melalui saran muamalah-muamalah yang syar’i. Allah telah
menolong generasi pertama atas musuh-musuh mereka sehingga mereka menguasai
sebagian besar wilayah dunia. Ketika itu mereka menjadikan syariat Allah
sebagai hokum, dan tidak ada sistem perbankan di masa mereka dan mereka tidak
memakai manfaat-manfaat ribawi.”
Prof.Dr.Yusuf Qaradhawi berkata bahwa perkataan
sebagian orang dan Ulama yang melakukan justifikasi atas kehalalan sistem bunga
bank konvensional dengan berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasul
Nya, adalah jenis yang dikenal sebagai bunga konsumtif saja, tidak dapat
dibenarkan. Sebenarnya tidak ada perbedaan di kalangan ahli syariah pun
sepanjang tiga belas abad yang silam. Ini jelas merupakan pembatasan terhadap
nash-nash yang umum berdasarkan selera dan asumsi belaka.[21]
F. Analisis Hukum Bunga Bank
F.1 Analisis terhadap praktik membungakan uang
Praktik membungakan uang biasa
dilakukan oleh orang-orang secara pribadi atau oleh suatu lembaga keuangan. Orang atau badan hukum yang meminjamkan uang kepada perorangan atau menyimpan
uangnya dilembaga keuangan biasanya akan memperoleh imbalan bunga atau disebut
bunga meminjamkan atau bunga simpanan. Sebaliknya, orang atau badan hukum yang
meminjam uang dari perorangan atau lembaga keuangan diharuskan mengembalikan
uang yang dipinjam ditambah bunganya , bunga ini disebut bunga pinjaman. Dari peristiwa diatas dicatat beberapa hal sebagai berikut
:
a. Bunga adalah
tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang
dipinjamkan.
b. Besarnya
bunga yang harus dibayar ditetapkan dimuka tanpa melihat apakah lembaga
keuangan penerima simpanan atau peminjam sukses dalam usahanya atau
tidak
c. Besarnya bunga yang harus dibayar dicantumkan dalam
angka persentase atau angka perseratus dalam setahun yang artinya apabila utang
tidak dibayar atau simpanan tidak diambil dalam beberapa tahun
dapat terjadi utang itu atau simpanan itu menjadi berlipat ganda jumlahnya.
Dari ketiga hal tersebut diatas
tampak jelas, bahwa praktik membungakan uang adalah upaya uintuk memperoleh
tambahan uang atas uiang yang semula dengan cara :
a)
pembayaran
tambahan itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjamdengan jumlah tambahan
yang besarnya ditetapkan dimuka.
b)
peminjam
sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti apakah usahanya akan berhasil atau
tidak dan apakah
ia akan sanggup membayar tambahan dari pinjaman itu.
c)
pembayaran tambahan uang itu dihitung
dengan persentase, sehingga tidak tertutup kemungkinan suatu saat jumlah
seluruh kewajiban yang harus dibayar menjadi berlipat ganda.
Dengan
memahami secara lengkap mekanisme operasional perbankan konvensional, maka akan
terungkap secara jelas sejauh mana kriteria riba dapat dipenuhi, seperti dalam
penentuan besarnya tingkat bunga simpanan sampai kepada pergeseran biaya bunga
pinjaman kepada penanggung yang terakhir. Selain itu, patut diteliti apakah
tujuan pembangunan khususnya yang mengangkut masalah pengentasan kemiskinan dan
pemerataan pendapatan melalui sistem perbankan konvesional dapat tercapai
E. Bank dan
Macam-macamnya
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Ø
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
:
v
Bank Syariah :
a)
melakukan
investasi-investasi yang halal aja
b)
berdasarkan
prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa
c)
berorientasi
pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran serta kebahagiaan dunia
akhirat.
d)
hubungan
dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
e)
Penghimpunan
dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syari’ah (DPS).
v
Bank Konvensional :
a) melakukan investsi yang halal dan
haram
b) memakai perangkat bunga
c)
Profit
Oriented
d)
hubungan
dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
e)
tidak
terdapat dewan sejenis DPS.
Ø Perbedaan antara bunga dan bagi
hasil
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya
memberikan keuntungan , tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat
adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang dalam investasi, usaha
yang dilakukan mengandung resiko, dan karenanya mengandung unsur
ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak
memiliki resiko, karena adanya persentase suku bunga tertentu yang
ditetapkan berdasarkan besarnya modal.
Sesuai dengan
definisi diatas, menyimpan uang dibank islam termasuk kategori investasi. Besar
kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar
terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank islam
tak dapat hanya sekedar menyalurkan uang. Bank islam harus terus menerus
meningkatkan return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan
kepercayaan bagi pemilik dana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi
dua macam saja, yaitu riba nasi’ah’ dan riba fadil, sedangkan
riba yad dan Riba qardi termasuk ke dalam riba nasi’ah dan
riba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah
emas,perak, dan makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk yang
mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya
seperti emas dan dengan emas, gadum dengan gadum, diperlukan tiga syarat: (1)
tunai, (2) serah terima, dan (3) sama timbangannya. Kalau jenisnya berlianan,
tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak, boleh tidak sama
tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis dan ‘ilat
ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana saja
seperti barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari
yang tiga itu.
Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk
dosa besar. Baik pemberi, penulis dan dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan
maksiat denganpemakan riba. Tidak boleh bagi seorang Muslim mengokohkan
transaksi riba. Dianjurkan (bahkan wajib) bagi kaum Muslimin untuk mendirikan
bank Islam sesuai dengan syari’at agama, dan menghindarkan dari segala macam
bentuk/praktek riba
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami kami sebagai
penyusun, menyadari terdapat kekurangan maupun kekhilafan atau kesalahan, baik
dalam penyelesaian maupun pemaparan dari makalah kami ini.
Dari itu, kami sangat mengharap dari para
pembaca atau pendengar sekalian, baik teman-teman maupun Bapak Dosen sebagai
pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk turut serta dalam memberikan kritik
yang membangun dan saran yang baik tentunya agar kedepannya nanti kami akan dan
bisa menjadi lebih maju dan baik dari sebelumnya. Amin…ya rabbal ‘alamin !
DAFTAR
PUSTAKA
- Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta
- Suhendi ,Hendi. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
- Zuhri, Muh. Riba dalam Al Qur’an dan Masalah Perbankan. PT Grafindo persada ,Jakarta
- Wirdyaningsih, SH., MH., et al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta. Hal
- Dr. H. Hendi Suhendi, M.. Si. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta hal 279
Tidak ada komentar:
Posting Komentar